Selasa, 28 Juli 2020

Hati-Hati, "Bersyukur" Juga Bisa Disalahartikan!

                Jangan lupa bersyukur, ya! :)

Setelah berminggu-minggu (bahkan berbulan-bulan) aku "menelantarkan" blog ini, aku jadi kepikiran, ada sesuatu yang pingin banget aku ungkapin dari dulu. Tapi gatau dimana, jadi aku nulis lagi disini. Hehe.

Aku seriiingg banget liat di sekitar, orang-orang yang selalu menekankan kita untuk selalu bersyukur di situasi apapun. Tapi.. menurutku masih ada beberapa kesalahpahaman dalam mengartikannya. Terdengar aneh, memang. Bagi sebagian orang, justru kita harus membiasakan diri untuk selalu "Bersyukur." Sebesar apapun pencapaian yang kita raih, sesederhana apapun momen yang kita lewati, maupun hal-hal kecil namun bernilai istimewa. Memang benar, kita harus mensyukuri hal-hal itu. 

Setelah melihat judul tulisan ini, mungkin kalian berpikir, "Kenapa 'Bersyukur' aja salah, sih?"

Enggak, kok. Bersyukur itu enggak salah. Malah merupakan kewajiban kita untuk mensyukuri sekecil apapun anugrah dari Tuhan. Eits, tapi, kita gak boleh menyimpulkan arti "Bersyukur" dengan salah! Ada saat-saat dimana kamu sebaiknya lebih bijak dalam mengartikannya. Bahkan, kalau salah, kamu bisa menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, lho. Apa aja sih?

1. Mengucapkan "Bersyukur Aja" Kepada Seseorang yang Sebenarnya Butuh Pertolongan.

"Aku lagi sedih, orang tuaku gak peduli sama aku. Apa aku gak cukup bikin mereka bangga, ya?"

"Bersyukur aja, masih banyak orang lain di luar sana yang gak punya orang tua."

Atau...

"Aku akhir-akhir ini ngerasa banyak banget yang benci sama aku. Hidupku gak tenang."

"Itu perasaan doang kali. Banyakin bersyukur aja, banyak banget cewek yang pingin ada di posisi kamu. Udah cantik, terkenal lagi."

Terlebih dahulu, kalian harus tahu, bahwa "sesempurna" apapun kehidupan seseorang yang kalian lihat, bukan berarti hidup mereka selalu mulus bak kulit artis Korea. Sesempurna apapun kehidupan seseorang yang kalian lihat, jangan langsung menyimpulkan bahwa hidupnya gak bakal ketemu masalah apapun. Dan kebahagiaannya terjamin.

Sebenarnya, masa-masa sulit bisa datang kepada siapa saja. Tidak terlepas dari berapapun usia, latar pendidikan, kekayaan, status sosial, dan sebagainya. Kita gak bisa menilai kehidupan seseorang itu seperti apa, hanya dengan melihat "sampulnya" saja.

Kalau memang ketenaran, kecantikan atau ketampanan menjamin kebahagiaan, kenapa banyak artis-artis diluar sana yang mengakhiri hidupnya?

Lalu jika kekayaan juga menjamin kehidupan yang sempurna, kenapa banyak miliarder, seperti Adolf Merckle dan Scot Young, yang memutuskan untuk membunuh dirinya sendiri dengan tragis?

Memang terdengar klise, tetapi semua itu ada benarnya. Gak semua hal yang kita lihat dari sampulnya, adalah sama dengan apa yang ada di dalamnya.

Alih-alih menuntut mereka untuk "Bersyukur," kamu bisa menjadi pendengar cerita mereka. Tidak perlu repot-repot memikirkan solusi ini-itu, terkadang mereka hanya butuh didengarkan, dan didukung. Cukup dipeluk aja, pasti mereka merasa nyaman kok :) hehe.

2. "Bersyukur" yang Membuat Kamu Menjadi Sombong dan Merasa Lebih Kuat dari Siapapun.

"Aku sedih banget... Kemaren mama masuk rumah sakit lagi. Papa udah lama gak ngabarin. Kenapa sih, cobaan selalu dateng bertubi-tubi? Aku jadi mau nyerah aja..."

"Ahh gitu aja sedih. Banyakin bersyukur dong, lagian masih punya orang tua. Aku aja ditinggal dari kecil trus tinggal sama nenekku. Biasa-biasa aja tuh, ya sedih sih tapi lama-lama juga jadi biasa aja."

Ukh, membandingkan masalah kamu dengan orang lain adalah kesalahan besar. Inget, gak semua orang punya kekuatan yang sama untuk menghadapi masalah dalam hidupnya. Tapi, semua orang pasti diberikan jalan terbaik untuk keluar dari masalahnya.

Kalau kamu merasa masalah yang kamu hadapi lebih berat dari masalah yang dihadapi orang lain, sebaiknya kamu tidak perlu mengumbarnya. Karena semua orang perlu waktu untuk beradaptasi atau menerima masalah yang ia hadapi. Daripada merasa lebih kuat, kenapa tidak mencoba untuk menyemangatinya?

Atau kamu mungkin pernah bilang...

"Aku sih bersyukur banget, ga pernah belajar tapi nilaiku selalu bagus. Temenku udah belajar banyak banget, tapi nilainya masih dibawah aku."

Kalau ngomongnya dalem hati, ya emang gaada yang tau. Tapi kalau lebih parahnya lagi, kamu ngomong kayak gitu di depan orang yang lagi meratapi nilainya yang jatuh dibawah KKM. Kalau kayak gini, harus siap-siap ga disukain banyak orang, deh. Siapa sih, yang tahan sama kelakuan orang sombong? :(

Ingat, bersyukur boleh, memuji diri sendiri dan membanggakan keberhasilan juga perlu, tetapi... Bukan berarti kita harus menyombongkan itu, kan? Karena kalau kita keseringan sombong, malah membuat kita berada di "posisi itu" saja, sementara, tanpa kita ketahui orang lain sudah mendahului kita lebihhh jauh. Nah lo!

Pencapaian itu seharusnya kita jadikan acuan, bahkan lebih baik lagi jika kita pergunakan kelebihan kita untuk membantu orang lain. Percaya deh, itu ga bakal bikin kamu "kalah" dari mereka, tapi kalian justru jadi sama-sama lebih kuat, iya kan? 

3. "Bersyukur" yang Membuat Kamu Hanya Berada di "Titik Itu" Saja. Alias Gak Ada Kemajuan.

Masih sehubungan sama poin di atas, bersyukur itu harus, tetapi jangan semata-mata karena bersyukur, kita jadi cepet puas sama pencapaian kita dan gak mau meningkatkannya dengan lebih baik.

Misalnya nih, waktu dapet nilai ulangan tepat dengan KKM, memang sih kita boleh bersyukur, untung-untung ga remidi, kan, hehe, tapi, walaupun begitu, jangan jadikan itu alasan buat gak mau belajar lagi! Kalau masih ada kesempatan dan kita mampu untuk meningkatkannya, misalnya dari nilai 75 jadi 80, kenapa enggak lebih berusaha lagi, iya kan? Tapi.. balik lagi ke diri masing-masing ya. Karena kemampuan setiap orang gak bisa disamaratakan, tetapi lebih menekankan ke "berusaha lebih baik."

Sekecil apapun pencapaian yang kita raih, kita memang wajib bersyukur. Tapi, bersyukurlah karena bisa melalui proses yang panjang. Tidak semata-mata melihat hasil akhir. Tetapi jadikan sebagai acuan untuk berusaha dengan lebih giat, yang akan menjadikan kita lebih baik di kemudian hari. Eaaa.

Tapi jujur nih, aku sendiri juga masih hobi males-malesan :( jangan ditiru ya.

Poin mana aja nih yang pernah kalian alami? 

Minggu, 22 Maret 2020

Perangi COVID-19 : Tetap Waspada, bukan Panik Berlebihan

Kasus virus corona telah menjadi topik hangat di seluruh dunia. Virus ini sangat berbahaya karena tingkat penyebarannya yang cepat dan bahkan dapat mengakibatkan kematian bila status kesehatannya kritis. Hingga saat tulisan ini dibuat, telah terdapat 514 pasien positif, dimana 48 diantaranya menunggal dunia. Itu artinya presentase kematian akibat virus ini di Indonesia berkisar hingga 9,3%. Namun, sebanyak 29 orang telah dinyatakan sembuh. 

Tingginya persentase tingkat kematian akibat virus corona di negara kita sangat memprihatikan, dimana angka ini sangat jauh lebih tinggi dibandingkan angka kematian akibat virus Corona di Wuhan, yang merupakan asal dari virus ini yaitu hanya berkisar pada angka 1,4% kematian. 

Kasus ini ternyata memancing kepanikan yang sangat besar di seluruh dunia. Bahkan banyak pula terjadi peristiwa panic buying yang mengakibatkan beberapa kelangkaan utamanya alat penunjang kesehatan seperti masker serta antiseptik, dan kenaikan harga barang yang melonjak drastis. Kepanikan dari masyarakat ternyata semakin parah, disebabkan oleh maraknya kemunculan informasi-informasi palsu yang beredar di media yang digunakan masyarakat. Hal ini membuat masyarakat menjadi terpancing dan akibat dari kepanikan ini pun mulai terlihat. Era Disrupsi saat ini mengakibatkan transfer informasi digital menjadi cepat, sehingga dengan mudah masyarakat mengakses, lalu mempersepsikan sebuah fenomena. Dalam konteks penyebaran virus Covid-19 masyarakat membutuhkan informasi valid, faktual dan aktual, agar tidak terjadi fitnah.

Wabah atau virus tersebut akhirnya mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang lesu di beberapa negara, termasuk Indonesia, pelarangan kunjungan luar negeri, sampai pembatasan aktivitas umum masyarakat.

Selain itu, pandemi ini juga berdampak pada aspek sosial-ekonomi Negara Indonesia, karena munculnya virus ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi RI di Q1-2020 turun menjadi 4,7% - 4,8%. Hal ini sangat berdampak negatif utamanya kepada masyarakat kelas menengah ke bawah. Kebanyakan dari mereka adalah pekerja informal, sehingga beberapa masyarakat mengeluhkan bahwa penghasilan mereka di saat ini menurun, sehingga mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Devisa yang dihasilkan dari sektor pariwisata juga telah menunjukkan penurunan yang signifikan. 

Kepanikan warga Indonesia juga berdampak pada melemahnya rupiah sebagai mata uang Negara Indonesia. Pada tanggal 20 Maret 2020, pukul 10:57 WIB Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali bergerak melemah. Rupiah sudah tembus ke level psikologisnya yaitu 16.037 per dolar AS. Hal ini disebutkan murni akibat kepanikan warga negara Indonesia, dan ini tidak menutupi kemungkinan akan timbulnya kerugian di sektor ekonomi Indonesia.

Yang harus kita lakukan dalam menyikapi virus ini tentu saja yang paling utama adalah mencegah kepanikan berlebihan. Kita memang harus mewaspadai virus ini agar penyebarannya tidak semakin parah, namun bukan berarti kita bersikap terlalu berlebihan, salah satu contohnya adalah maraknya panic buying dimana terdapat beberapa orang yang membeli kebutuhan secara berlebihan. Tak tanggung-tanggung, mereka menghabiskan persediaan di supermarket dan mengeluarkan biaya yang terbilang sangat tinggi dalam sekejap. 

Hal ini cukup memprihatinkan mengingat bahwa kita hidup bersama-sama. Semua orang berhak untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ini bukan masalah seberapa mampu kita untuk membeli semua kebutuhan itu dalam sekejap, namun hal yang harus menjadi pertimbangan utama adalah bagaimana agar orang lain juga dapat memenuhi kebutuhannya, agar kita semua dapat bertahan hidup dengan baik di tengah kondisi ini. Kita harus mengendalikan pikiran kita terlebih dahulu. Bukan berarti rasa kemanusiaan kita menghilang, justru di tengah pandemi ini seharusnya kita saling merangkul satu sama lain, jadikan pandemi ini sebagai wadah kita untuk menyalurkan kebaikan, membantu mereka yang kesulitan agar dapat bertahan hidup dengan memberikan bantuan kebutuhan dasar kepada mereka, dan sebagainya.


Selain itu kita juga harus mematuhi aturan pemerintah yang berlaku. Saat ini telah diterapkan aturan social distancing atau dapat pula disebut karantina mandiri, dimana kebijakan ini bertujuan untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 agar pandemi ini lekas membaik dan kondisi dunia dapat pulih seperti sedia kala. Patuhilah arahan dari pemerintah karena apapun yang telah mereka tetapkan pastilah telah dipertimbangkan sedemikian rupa dalam menghadapi situasi dan kondisi seperti ini, demi kebaikan kita semua.

Terapkan pola hidup sehat dan berdoalah agar kita semua senantiasa berada di bawah lindunganNya.

Mari bersama-sama kita bersatu untuk memulihkan keadaan dunia.

#DirumahAja :)